Social Information Processing Theory ( Joseph Walther )

INTERPERSONAL COMMUNICATION: RELATIONSHIP DEVELOPMENT

I. Pendahuluan.

Klaim utama teori pemrosesan informasi sosial adalah: Orang dapat membangun hubungan interpersonal meskipun terdapat keterbatasan yang disebabkan oleh saluran yang dimediasi. Perubahan pesat dalam teknologi komunikasi selama beberapa dekade terakhir telah membuat frustasi para pakar komunikasi yang berusaha memahami apa arti semua ini bagi hubungan antarpribadi. Walther mengusulkan bahwa dalam kondisi yang tepat, orang dapat melakukan komunikasi antarpribadi dan kelompok yang memuaskan secara online. SIP menangani segala bentuk komunikasi termediasi yang membatasi isyarat nonverbal yang dapat diungkapkan seseorang.

II. Online versus tatap muka:

Walther menamakan teorinya Social Information Processing (SIP) karena ia percaya bahwa hubungan akan tumbuh hanya jika pihak-pihak pertama kali mendapatkan informasi tentang satu sama lain dan menggunakan informasi tersebut untuk membentuk kesan. Ini adalah rangkaian peristiwa yang terjadi terlepas dari media yang digunakan untuk berkomunikasi: kita mendapatkan informasi, kita membentuk kesan, dan kemudian hubungan itu bertumbuh.

SIP berfokus pada bagaimana mata rantai pertama terlihat sedikit berbeda saat berkomunikasi online. Sebelum SIP, banyak ahli teori komunikasi berbagi isyarat yang menyaring interpretasi pesan online. Mereka percaya kurangnya isyarat nonverbal akan mengganggu proses memperoleh informasi dan membentuk kesan. Flaming adalah penggunaan bahasa yang tidak bersahabat yang menyerang sasarannya, menciptakan iklim beracun bagi perkembangan dan pertumbuhan hubungan.

Walther tidak menganggap hilangnya isyarat nonverbal berakibat fatal atau bahkan merugikan kesan yang jelas terhadap orang lain atau perkembangan relasional yang dipicunya.

Dua fitur komunikasi online memberikan dasar pemikiran bagi teori SIP.

1. Isyarat verbal: Pengguna CMC dapat menciptakan kesan utuh terhadap orang lain hanya berdasarkan isi pesan linguistik.

2. Perpanjangan waktu: Meskipun pertukaran informasi sosial lebih lambat secara online dibandingkan tatap muka, seiring berjalannya waktu hubungan yang terbentuk tidak menjadi lebih lemah atau lebih rapuh.

III.  Isyarat afinitas verbal menggantikan isyarat nonverbal.

Berdasarkan penelitian dasar Mehrabian tentang pesan-pesan yang tidak konsisten, orang-orang memberi bobot lebih pada isyarat nonverbal ketika menafsirkan pesan-pesan yang saluran verbal dan nonverbalnya berbenturan. Isyarat nonverbal menjadi kurang kuat jika tidak bertentangan dengan pesan verbal atau saat kita menyampaikan fakta. Walther mengklaim kita bisa mengganti isyarat nonverbal dengan pesan verbal yang menyampaikan makna yang sama. Kemampuan untuk mengubah isyarat nonverbal menjadi makna verbal bukanlah hal baru; contoh sebelumnya mencakup hubungan sahabat pena.

IV. Dukungan eksperimental untuk ide kontra-intuitif

Walther dan rekan-rekannya melakukan penelitian untuk menguji bagaimana komunikator online mencapai tujuan sosial mereka dan apakah ketertarikan dapat diungkapkan melalui media digital.

Dalam penelitiannya, para peserta mendiskusikan dilema moral dengan orang asing melalui komunikasi online atau tatap muka. Orang asing itu sebenarnya adalah sebuah konfederasi penelitian yang diperintahkan untuk mengejar tujuan komunikasi tertentu. Separuh dari anggota konfederasi disuruh berinteraksi dengan cara yang ramah dan pasangan sisanya disuruh berinteraksi dengan cara yang tidak ramah.

Media komunikasi tidak memberikan perbedaan dalam nada emosi yang dirasakan oleh para peserta. Keterbukaan diri, pujian, dan pernyataan kasih sayang yang eksplisit berhasil mengomunikasikan kehangatan. Dalam interaksi tatap muka, peserta mengandalkan ekspresi wajah, kontak mata, nada suara, posisi tubuh, dan isyarat nonverbal lainnya untuk mengomunikasikan afiliasi.

Dibandingkan dengan saluran yang berorientasi visual, membangun kehangatan melalui teks mungkin memerlukan waktu lebih lama.

V. Perpanjangan waktu: Variabel penting dalam komunikasi online.

Menurut Walther, komunikator online memerlukan waktu yang lama untuk membangun hubungan yang erat. Daripada meminum segelas dengan meneguk banyak, menyesap sedikit akan memakan waktu lebih lama. Dalam jangka waktu yang lama, permasalahannya bukanlah pada jumlah informasi sosial yang dapat disampaikan secara online; sebaliknya, ini adalah kecepatan pengumpulan informasi.

Email dan Twitter memungkinkan kita mengirim pesan, namun sebagian besar masih berupa teks. Bahkan lebih banyak media visual (Zoom, Instagram) masih memberikan lebih sedikit informasi sosial dibandingkan yang tersedia secara tatap muka. Pesan yang diucapkan secara langsung memerlukan waktu setidaknya empat kali lebih lama untuk berkomunikasi secara online. Perbedaan ini mungkin menjelaskan mengapa interaksi online dianggap bersifat impersonal dan berorientasi pada tugas.

Antisipasi interaksi di masa depan dan isyarat kronis juga dapat berkontribusi terhadap keintiman di Internet. Orang-orang akan bertukar pesan yang lebih relasional jika mereka merasa akan bertemu lagi dan antisipasi interaksi di masa depan ini akan memotivasi mereka untuk mengembangkan hubungan. Walther percaya bahwa isyarat kronis, atau indikator nonverbal tentang bagaimana orang memandang, menggunakan, atau merespons masalah waktu, tidak pernah disaring sepenuhnya saat berkomunikasi secara online.

Walther mengklaim bahwa, terkadang, pertukaran online sebenarnya melampaui kualitas komunikasi relasional yang tersedia ketika para pihak berbicara secara tatap muka.

VI. Perspektif hiperpersonal: Lebih dekat secara online dibandingkan secara langsung.

Walther menggunakan istilah hiperpersonal untuk menyebut hubungan online yang lebih intim dibandingkan jika pasangan secara fisik bersama. Dia mengklasifikasikan empat jenis efek media yang terjadi karena komunikator tidak bertatap muka dan memiliki isyarat nonverbal yang terbatas.

1. Pengirim: Presentasi diri selektif

Melalui presentasi diri yang selektif, orang-orang yang bertemu secara online mempunyai kesempatan untuk membuat dan mempertahankan kesan yang sangat positif. Ketika suatu hubungan berkembang, mereka dapat dengan hati-hati mengedit luas dan dalamnya keterbukaan diri mereka agar sesuai dengan citra dunia maya mereka, tanpa khawatir bahwa kebocoran nonverbal akan menghancurkan proyeksi kepribadian mereka.

2. Penerima: Atribusi kesamaan yang berlebihan

Atribusi adalah proses persepsi di mana kita mengamati tindakan seseorang dan mencoba mencari tahu seperti apa tindakan mereka sebenarnya. Jika tidak ada petunjuk lain, kita cenderung mengatribusikan informasi yang kita miliki secara berlebihan dan menciptakan gambaran ideal tentang pengirimnya.

3. Saluran: Berkomunikasi pada waktu Anda sendiri

Banyak bentuk komunikasi online merupakan saluran komunikasi yang tidak sinkron, yang berarti bahwa pihak-pihak dapat menggunakannya secara tidak bersamaan—pada waktu yang berbeda. Manfaatnya adalah kemampuan untuk mengedit ketika menghadapi masalah sensitif, kesalahpahaman, atau konflik antar pihak.

4. Umpan Balik: Ramalan yang terwujud dengan sendirinya

Ramalan yang terwujud dengan sendirinya (self-fulfilling prophecy) adalah kecenderungan pengharapan seseorang terhadap orang lain untuk menimbulkan tanggapan dari orang tersebut yang membenarkan apa yang telah diantisipasi. Self-fulfilling prophecy terpicu ketika gambaran hiperpositif secara sengaja atau tidak sengaja diumpankan kembali ke orang lain. Selain kencan online, Walther berpendapat bahwa komunikasi hiperpersonal dapat meningkatkan hubungan antar kelompok yang memiliki sejarah ketegangan dan konflik yang kuat, seperti Yahudi Israel dan Muslim Palestina. Berdasarkan penelitiannya, Walther menyarankan bahwa untuk meredakan ketegangan, komunikator harus fokus pada tugas-tugas umum daripada perbedaan kelompok, memberikan banyak waktu untuk berkomunikasi, dan secara eksklusif menggunakan saluran teks saja.

VII. Nilai jaminan informasi: Apa yang harus dipercaya?

Efek hiperpersonal tidak mungkin terjadi jika orang tidak percaya satu sama lain. Walther dan rekan-rekannya telah meneliti bagaimana orang mengevaluasi kredibilitas orang lain melalui media sosial. Situs media sosial menampilkan dua jenis informasi—yang dikontrol oleh pemilik profil dan di luar kendali langsung pemiliknya.

Walther’s menyelidiki nilai jaminan informasi pribadi, atau “sejauh mana suatu target… dianggap telah memanipulasi, mengendalikan, atau membentuk informasi yang berbatasan dengan target.”

Informasi dipercaya jika mempunyai nilai jaminan. Apakah profil online mereka sesuai dengan karakteristik offline mereka?

Seperti pesan email, yang isinya sepenuhnya berada di bawah kendali pengirim, informasi yang diposting oleh pemilik profil adalah informasi yang tidak terlalu terjamin karena dia dapat memanipulasinya dengan mudah. Karena pemilik profil tidak dapat dengan mudah memanipulasi apa yang diposting oleh teman-temannya, kami cenderung menerima informasi yang sangat terjamin sebagai kebenaran.

Walther yakin hal ini juga terjadi saat offline ketika kita mempertimbangkan perkataan orang lain secara berbeda. Eksperimen Walther menegaskan bahwa masyarakat mempercayai informasi yang sangat terjamin.

VIII. Kritik: Apakah ini berfungsi di luar lab?

Model hiperpersonal berusia lebih dari 20 tahun dan diciptakan untuk menggambarkan lingkungan online yang sudah tidak ada lagi. Namun hal ini tetap menjadi salah satu perspektif konseptual yang paling penting dan paling berguna untuk memahami komunikasi yang dimediasi teknologi. Teori yang relatif sederhana, yang didasarkan pada hipotesis yang dapat diuji, telah bekerja dengan baik dalam kondisi laboratorium penelitian kuantitatif yang terkendali. Ini secara konsisten menjelaskan data dan memprediksi hasil. Namun bagaimana dengan di luar laboratorium, dimana kehidupan sosial begitu kompleks? Beralih ke luar laboratorium, para peneliti mengharapkan validitas ekologis. Karya Erin Ruppel dan Bree McEwan mempertanyakan apakah prediksi teori tersebut berlaku dalam hubungan dunia nyata.

SIP tidak menjelaskan bagaimana orang menggunakan berbagai media untuk menjaga hubungan mereka. Dengan berfokus pada dasar-dasar proses komunikasi, Walther dan peneliti SIP lainnya telah meletakkan landasan yang kokoh.

Review dari

Griffin, EM. 2023. A First Look  at  Communication Theory.    11h    ed.    New York: McGraw Hill chapter 10  Social Information Processing Theory

~ oleh Tri Nugroho Adi pada 18 April 2024.

Tinggalkan komentar